Buku ini berisikan 10 hukum bai’at atau disebut 10 pilar komitmen da’i.
1. Al Fahmu
Al Fahmu yang dimaksud disini adalah pemahaman yang di dalamnya mencakup kemuliaan ilmu nafi’ (ilmu yang bermanfaat). Bukan hanya ilmu yang tersimpan atau tertimbun, akan tetapi ilmu dan pengamalannya. Seseorang harus menumbuhkan rasa “mau” untuk mencari ilmu bukan hanya tahu kewajiban mencari ilmu, yang setelahnya ilmu tersebut harus dipelihara dengan keahlian. Dengan menghargai ilmu maka wawasan kita akan masa yang sekarang dan yang akan datang semakin terbuka lebar.
2. Al Ikhlash
Al Ikhlash adalah segala perbuatan semata-mata hanya karena ALLAH dan untuk mendapat keridhoan ALLAH, tanpa terpengaruh pada penilaian manusia dan tidak memperhitungkan keuntungannya.
Ada tiga hal yang patut terus ada dalam hati seorang mukmin, yaitu :
1) Ikhlas beramal karena ALLAH.
2) Tulus terhadap pemimpin.
3) Setia pada jama’ah Muslimin.
Mukhlis orang yang menyerahkan amalnya kepada ALLAH.
Mukhlas orang yang hanya mengharap ridho ALLAH.
Dalam ikhlas diperlukan kejujuran hati yang semata-mata hanya untuk ALLAH. Apabila kemiskinan hati melanda orang berilmu maka dapat membuatnya menjadi tidak ikhlas.
Keikhlasan (menjaga diri dari perhatian makhluk) itu tidak terpengaruh dengan iming-iming duniawi dan beriringan dengan shidq (menjaga diri dari nafsu). Al- Ikhlash ini akan nampak dari loyalitas dalam beramal.
3. Al A’mal
Al A’mal adalah buah dari al fahmu (ilmu) dan al-ikhlash (keikhlasan).
Amal berkaitan erat dengan keshalihan yang kemudian akan melahirkan amal shalih yang harmonis dan tanasuk (serasi) dengan sasaran, tuntunan, tuntutan, dan daya dukung. Amal harus dilandasi ilmu, amal tanpa ilmu akan lebih banyak menimbulkan bahaya dibanding dengan manfaat.
Amal tanpa niat anaa (kelelahan).
Niat tanpa ikhlas habaa (debu, sia-sia).
Ikhlas tanpa tahqiq (realisasi) ghutsaa (buih).
Hama-hama amal : riya (untuk dilihat), ujub (kagum diri), sumah (untuk didengar/populer), mann (mengungkit pemberian).
4. Al Jihad
Al Jihad adalah berjuang, yang masanya takkan pernah berhenti sampai hari kiamat. Jihad yang paling rendah adalah ingkar hati dari kemaksiatan dan jihad yang paling tinggi adalah perang dengan senjata. Jihad hukumnya adalah fardhu kifayah, namun dalam artian “mencukupi”, sehingga seandainya orang-orang dalam suatu daerah belum dapat mencukupi jumlah untuk berjihad maka orang-orang yang berada di daerah yang lebih luas pun terkena kewajiban untuk berjihad membantu. Jihad merupakan amal yang paling mulia.
5. At Tadhiyyah
At Tadhiyyah adalah pengorbanan, baik jiwa raga, harta, waktu, dan segalanya guna mencapai tujuan. Jihad pun berkaitan dengan pengorbanan, karena tidak ada jihad tanpa pengorbanan. Iman dan amal shalih digemukkan dengan pengorbanan, semakin sedikit respon bagi kenikmatan syahwat maka semakin besar ruh berkorban dan kejujuran dalam berkorban. Tidak ada orang-orang besar yang menjadi pengukir sejarah tanpa pengorbanan dalam resiko yang besar, sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Pengorabanan akan menjadi shahih tatkala mampu mengantarkan supremasi tertinggi di hadapan ALLAH dan pengorbanan pun tidak hanya berdampak untuk generasi yang sekarang tapi juga ubtuk generasi berikutnya.
6. Al Tho’ah
Al Tho’ah adalah melaksanakan dan menjalankan perintah tanpa reserve dalam berbagai kondisi (ketaatan). Tidaklah layak taat kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Sang Khaliq dan beruntunglah orang-orang yang mampu mengorbankan kepentingan pribadinya dalam rangka taat kepada pemimpin yang syar’i. Yang dominan dalam ketaatan di antara manusia adalah keikhlasan. Loyalitas seseorang akan tampak dari ketaatan kepada pemimpin dan bukan hanya berorientasi pada figure melainkan lebih kepada risalah (misi).
7. Ats Tsabat
Ats Tsabat adalah ketegaran berjuang dalam kondisi apapun, hanya ada dua pilihan berhasil mencapai tujuan atau meraih syahadah. Keteguhan merupakan nafas rijalul haq (para pembela kebebnaran) yang didapat hanya dengan mu’ayasyah (berinteraksi) dan terjun langsung dalam dunia teguh yang dijalani Rasul dan para pewarisnya. Perlu adanya kesetaraan sifat dan sikap dalam memahami prinsip teguh dalam tsabat (tegar) dan kesabaran.
8. At Tajarrud
At Tajarrud adalah totalitas, membersihkan fikrah dari segala pengaruh dasar-dasar hidup dan pribadi di luarnya. Tidak ada kata istirahat bagi orang-orang yang telah mengazzamkan dakwah dan jihad sebagai jalan hidupnya, dan tertinggal dari pengorbanan akan mengalahkan totalitas (tajarrud) sebagai kemutlakan sikap dakwahnya. Kelezatan berkorban dapat diraih dari mujahadah (usaha keras), qana’ah (rasa penerimaan) dan keridhoan menghadapi cobaan dakwah.
Totalitas bukanlah bentuk fanatisme dan selayaknya para pejuang dakwah memiliki mental baja dalam menghadapi segala tuduhan, cercaan, dan cobaan dakwah.
9. Al Ukhuwah
Al Ukhuwah adalah menggabungkan hati dan ruh dengan tali aqidah, yang merupakan persaudaraan seiman. Persatuan akan terbangun dengan adanya cinta kasih, derajat cinta terendah adalah hati yang selamat dari buruk sangka terhadap saudara Muslimnya dan yang tertinggi adalah itsar (mendahulukan kepentingan saudaranya). Persaudaraan hendaknya dibingkai dengan amal jama’i dan disertai hanya dengan kecintaan karena ALLAH. Tali ukhuwah dalam jama’ah ini hendaknya tetap kokoh dan abadi baik dalam susah maupun senang tanpa terkeruhkan oleh keterbatasan sifat manusia. Ukhuwah yang jujur dan benar bukanlah ukhuwah hanya dengan yang segolongan saja, tetapi juga dengan orang-orang di luar golongannya dan berlandaskan kecintaan kepada ALLAH. Persaudaraan yang indah adalah tatkala berada di sampingnya ada banyak kebaikan dan manfaat yang didapat bukan tak ada saat dibutuhkan.
10. Ats Tsiqah
Ats Tsiqah adalah kepercayaan dan kemantapan hati seorang jundi kepada pemimpinnya dalam hal kemampuan dan keikhlasannya, yang dengannya akan muncul rasa cinta, hormat, dan taat. Dari kepercayaan inilah akan muncul kekuatan struktur dakwah, strategi, keberhasilan pencapaian tujuannya, dan mampu menghadapi rintangan serta kesulitan dalam dakwah. Dengan ketsiqahan inilah qiyadah dan jundi akan mampu memenangkan peradaban. Tsiqah harus lebih diutamakan saat menyangkut kepentingan rakyat banyak. Hal yang dapat melemahkan ketsiqahan adalah keragu-raguan yang datang dari fitnah. Pusat pengendalian tsiqah adalah tsiqah kepada ALLAH, yang dengan-Nya takkan ada lagi keragu-raguan dalam diri kita. Kekuatan hubungan dengan ALLAH, jujur, amanah, cinta kasih, dan kehangatan ukhuwah adalah hal-hal yang menyuburkan akar tsiqah, yang dengannya pengorbanan dan perjuangan sepedih apapun takkan menjadi keluhan melainkan senantiasa bersyukur, bersabar, dan sepenanggungan.
Sumber : Buku "Untukmu Kader Dakwah" karya Ust. Rahmat Abdullah.